Fenomena Tidur Shit-shiftan Di Jakarta
- Khanza Alea Khayrani
- 2 Mar
- 2 menit membaca
Jakarta bukanlah tanah surga apalagi tempat bagi orang-orang pemimpi sebab kota yang dianggap cukup sempurna oleh masyarakat ternyata menyimpan banyak sisi gelap didalamnya. Gedung tinggi yang menjulang banyak berhimpitan perkampungan kumuh yang tidak terurus. Banyak daerah yang bisa dijadikan contoh atas minimnya serta gagalnya penataan tata kota di Jakarta Fenomena ini bukanlah suatu hal yang patut dinormalisasikan sebab akan menimbulkan beberapa masalah baik kesehatan maupun sosial terutama fenomena tidur shift-shiftan alias tidur bergantian. Singkatnya, peristiwa ini disebabkan ketika daya tampung rumah lebih kecil daripada penghuni yang menempatinya. Sehingga diharuskan bergiliran untuk bisa istirahatnya.
Tentu saja kondisi tersebut menimbulkan banyak persoalan namun jelas yang paling terdampak adalah lansia dan anak-anak. Contoh korban sederhana dengan terbatasnya ruang atau sempitnya hunian yaitu anak-anak. Idealnya mereka bisa menghirup udara segar, mendapatkan sinar matahari yang cukup, dan juga tinggal di hunian yang layak malah tidak mendapatkan hal itu. Tentu saja ini akan mengganggu pertumbuhannya baik dari segi fisik maupun mental. Anggaplah sejak pagi hingga siang anak-anak ini bersekolah serta sore mereka menghabiskan waktu bermain, lalu bagaimana dengan pola istirahatnya? Jika ruang mereka untuk rehat tidak ada?
Banyak sumber berita menyatakan bahwa pemerintah akan turut serta untuk menata kampung tersebut. Pemerintah akan berusaha untuk menyediakan hunian yang layak bagi mereka. Jika sudah ada itikad baik bahwa pemerintah akan sudah turun tangan mengenai hal ini, namun langkah ini dirasa belum cukup tanpa ada perubahan kesadaran sertasudut pandang yang ada. Minimal harus ada keresahan mengenai taraf hidup mereka yang kunjung membaik apa penyebabnya? Apakah minimnya pekerjaan yang tersedia atau terlena sehingga pasrah dengan kondisi yang ada. Jika tidak ada pikiran yang menuju ke arah sana maka perubahan tidaklah terjadi dan buang juga jauh-jauh konsep bahwa “banyak anak banyak rejeki” harus dihapus, karena barangkali hal tersebutlah penyebab semuanya terjadi. Hal yang perlu dipahami bahwa anak bukanlah investasi karena ia adalah titipan dari Tuhan YME yang harus dipertahankan dan didampingi dengan sebaik-baiknya.
kereen tulisanya terus semangat menulisnya